EPISODE 2 DARI MUSA AS

Kawan, sejarah ada bukan untuk dilupakan atau dijadikan pajangan di rak-rak buku yang menawan. Sejarah adalah cermin bagi kita untuk menyongsong masa depan yang lebih gemilang, sekaligus pintu gerbang untuk kita melihat lebih jeli ke dalam diri kita sendiri dan juga orang lain.

Mari kita kembali menelusuri kisah Musa as, kawan. Saya yakin kisah Musa dengan Bani Israel dan sapi betina bukan lagi hal yang asing di telinga kawan-kawan semua, namun begitu mari kita kosongkan gelas sejenak, agar kita temukan benang merah yang merupakan korelasi dari cerita ini dengan cerita perjalanan Musa as bersama dengan Khidir as.

Pada satu masa, sebuah pembunuhan bersaudara terjadi di kalangan Bani Israel, hal ini tiada lain karena perebutan yang namanya harta warisan. Mayat tersebut kemudian dibuang keluar desa oleh sang pembunuh, dan ia-nya berlagak seperti orang marah karena saudaranya telah terbunuh. Bani Israel kesulitan dan kebingungan menentukan siapa yang telah melakukan pembunuhan tersebut. Maka kejadian itu diadukan ke Nabi Musa as. Saat itulah Allah menurunkan wahyu sebagaimana diceritakan dengan sangat jelas dalam Alqur'an, surat Al-Baqarah ayat 67-73. Bukalah terjemahannya, kawan. Resapi bait per baitnya. Adakah engkau paham kisah yang dimaksudkan?


Ayat 67 merupakan perintah Allah yang diwahyukan kepada Musa as untuk Bani Israel agar mereka menyembelih seekor sapi betina, namun bagaimana tanggapan Bani Israel takkala mendengar perintah tersebut? Mereka merasa diejek atau dihina, karena dulunya mereka menyembah sapi malah saat itu disuruh menyembelih sapi (Tuhan mereka dahulu). Mareka salah paham akan perintah dari Allah tersebut. Seakan-akan itu penghinaan. Padahal perintah tersebut adalah cara yang Allah tunjukan untuk mereka menemukan solusi siapa pembunuh yang sebenarnya.

Dan ketika akhirnya mereka menerima perintah dari Allah tersebut, mereka juga masih mempertanyakan ini dan itu. Seakan-akan mengulur waktu dan enggan melakukan penyembelihan sapi betina tersebut.

Kawan...adakah engkau melihat korelasi kisah ini dengan kisah sebelumnya, disini?

Dari kisah sebelumnya kita mendapati bahwa Nabi Musa as banyak bertanya kepada Nabi Khidir as perihal tindakannya. Dan pada kisah ini kita mendapati Bani Israil yang banyak bertanya kepada Musa as perihal perintah Allah agar mereka menyembelih sapi betina. Adakah engkau menemukan benang merahnya, kawan?

Entahlah. Apakah nalar pikir saya yang sangat awam, namun kedua kisah ini membuat saya berfikir dan menyadari sesadar-sadarnya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Kisah yang tertuang dengan sangat jelas dalam Alqur'an ini tentu saja dimaksudkan sebagai pembelajaran bagi kita ummat akhir zaman. Saya melihat korelasi yang sangat relevan antara keduanya. Kedua kisah ini seperti cermin. Cermin bagi Musa as dan juga bagi kita sendiri dalam menyikapi perjalanan kehidupan.

Apa cerminnya?
Pertama, Bagi Musa as, kisah ini adalah cermin bagaimana saat ia mengikuti dan ingin berguru pada nabi Khidir as selalu mempertanyakan tiap kejadian. Maka ia pun diposisikan berada pada posisi yang sama seperti Nabi Khidir as saat ditanyakan oleh kaumnya perihal perintah penyembelihan sapi betina.

Kedua, Musa meragukan/mempertanyakan tindakan/apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir as saat mereka melakukan perjalanan bersama. Maka Bani Israel juga bersikap demikian saat diperintahkan untuk menyembelih seekor sapi betina. Mereka mempertanyakan sapi betina yang seperti apa, kulitnya bagaimana, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang justru menyulitkan diri mereka sendiri untuk mencari sapi betina yang dimaksudkan. Walaupun akhirnya mereka menemukan sapi tersebut.

Sapi betina itu tiada lain adalah milik salah seorang yang shalih dari Bani Israel. Ia nya pergi ke hutan untuk menitipkan sapinya kepada Allah Swt agar bisa diwariskan kepada anaknya saat dewasa kelak. Ketika ia tiada dan anaknya beranjak dewasa, maka ibunya meminta sang anak untuk pergi ke hutan mengambil sapi yang telah dititipkan oleh suaminya kepada Allah Swt. Anak tersebut menemukan sapinya dan kemudian membawanya pulang. Lalu sang ibu memintanya menjual sapi tersebut ke pasar seharga dua dirham. Saat itu anak tersebut bertemu dengan seorang malaikat yang menawar sapinya seharga tiga dirham. Namun ia tidak menjualnya dan kembali pada ibunya menceritakan peristiwa tersebut. Begitu seterusnya tawar menawar itu terjadi sehingga si ibu berkata kepada anaknya bahwa yang menawarkan harga sapi itu adalah seorang malaikat. Maka malaikat itu pun berkata pada si anak untuk menjaga sapi itu baik-baik. Bani Israel yang nantinya akan membeli sapi itu. Begitulah skenario digariskan untuk menjadi sebuah pelajaran.

Bani Israil membeli sapi itu dan menyembelihnya. Kemudian paha dari sapi tersebut dipukulkan ke tubuh mayat korban dari pembunuhan itu. Maka bangkitlah mayat tersebut lalu ia mengatakan siapa yang telah membunuh dirinya. Maha benar Allah dengan segala Firman Nya. Siapakah yang bisa menghidupkan orang yang telah mati selain Allah dan atas izinnya?

Ketiga, seperti halnya jodoh yang merupakan cermin dari diri kita sendiri. Maka diutusnya seorang Nabi kepada suatu kaum tentunya juga sesuai dengan karakter dan kepribadian kaum itu. Allah tidak akan menguji seorang hamba di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu untuk mengendalikan sepak terjang dari Bani Israel, maka diperlukan seorang Nabi seperti Musa as. Orang yang tepat pada kondisi yang tepat.

Sejarah adalah cermin ajaib. Sebuah cermin yang menunjukan pada kita, gambaran yang jelas dari sebuah peristiwa walaupun kejadiannya telah berlalu ribuan tahun silam dan tenggelam dalam diam. Ia memberi kita kesempatan untuk menganalisa, serta berfikir bahwa kejadian yang sama bisa saja berulang hari ini, lusa, dan kapan saja jika kita tidak belajar menyikapinya dengan cara yang benar saat ini dan kedepannya.

Selamat menyelami sejarah kawan, disaat engkau berenang ke masa lalu, justru engkau menemukan kunci dari masa depan. Inilah makna dari cermin ajaib itu. :)


Comments

Popular posts from this blog

TAKE TIME TO LEARN

ALLAH IS THE BEST PLANNER (Part 3)

MUSLIMAH PRODUKTIF ITU, KITA