ALLAH IS THE BEST PLANNER (Part 4)

How is the heart?
Was it still with dew?
That bowed tawadhu in the tops of leaves.
Was it still rock?
That stands strong to face the wave test...

How are you faith? Did it still like a star?
The bright light of life,
How are you brothers/sisters?
May Allah always protect and keep ourselves, our hearts, and our faith today and forever...

“I don’t want to sit around and hope good things will happen.
I want to make them happen. I want to be in control of my own destiny.”
(Drew Barrymore)

Langit terlihat begitu indah, bintang bertaburan, berkedip-kedip di angkasa. Cahaya lampu juga menambah keindahan kota. Aku tatap pesona malam dari dalam taxi, Jakarta begitu indah di malam hari, dan mungkin setiap malam begitu, namun aku tidak pernah memperhatikannya. Malam itu adalah malam terakhir a heart serena seminar by Sh. Riad Ouarzazi, aku pulang dengan sebuah harapan baru, dan suasana hati yang baru. esok adalah babak baru untuk kehidupan yang lebih baik, insya’Allah.


Mataku tertuju pada sebuah benda yang tinggi menjulang ke angkasa, puncaknya berkilau indah dengan warna keemasan. Yeah itulah Monas (Monument nasional), symbol kota Jakarta, ibu kota negaraku. Siapapun yang datang ke Indonesia, dan tidak mengambil gambar/berfoto disana, berarti ia belum pernah datang ke Indonesia. Sama halnya seperti di propinsi ku, siapapun yang pernah datang ke Aceh, namun tidak berfoto di depan Mesjid Raya Baiturrahman, maka dia belum pernah datang ke Aceh. Aku tersenyum sendiri, aku lahir dan hidup disana, namun aku juga belum pernah berfoto di depan Masjid bersejarah itu. Dan aku cukup sering datang ke Jakarta, bahkan sekarang tinggal di sebuah kota di Jakarta, namun aku juga belum pernah mengambil foto didepan Monas. Suatu hari insya’Allah, sebelum Allah melangkahkan kaki ku untuk pergi lebih jauh meninggalkan propinsi dan Negara ku, aku akan mengabadikan gambar ku disana. Di kedua tempat bersejarah yang menjadi identitas propinsi ku dan juga identitas negaraku.

Sejarah adalah mata pelajaran yang dulu sering kuabaikan, namun kini aku jatuh cinta padanya. Jatuh cinta karena ingin mencari kebenaran yang telah terkaburkan oleh rekayasa sang penguasa. Seorang guru ku pernah berkata, kalau kamu ingin tahu kebenaran sejarah akan Aceh, pergilah ke Belanda, disana ada sebuah Museum yang akan membuat kamu tahu cerita sesungguhnya tentang Aceh. Ironis, bukan? Belanda pergi membawa serta semua data, sehingga untuk tahu kebenaran sejarah propinsi ku, aku harus terbang ke sana.

Aku ingat, ketika aku masih di sekolah dasar, didalam buku sejarah yang dibagikan kepada setiap murid di sekolah waktu itu dituliskan, Muhammad Daud Beureueh adalah seorang pemberontak tanpa menguraikan dengan jelas makna pemberontakan itu, dan guru ku berkata bahwa apa yang ditulis di buku tersebut adalah kebohongan, karena sesungguhnya ia adalah salah satu tokoh ulama besar Aceh. ”Jika itu sebuah kebohongan, kenapa hal tersebut di tulis di buku pelajaran kita bu?”, Tanya kami pada guru sejarah. Guru kami hanya menghela nafas panjang dan berkata, “ketika kalian dewasa, kalian akan tahu.” Dulu, sejarah begitu membingungkan bagiku, ada banyak hal yang berbeda antara apa yang kubaca dan kudengar. Dan itu diluar logika ku sebagai anak kecil, sehingga aku tidak suka hal-hal yang memusingkan, Jiwa anak-anak ku hanya ingin hal-hal yang menyenangkan, dan itu hanya ada dalam ilmu exact (sains, biologi, fisika, matematika, ect).

Aceh ku juga dikenal dengan begitu banyak pahlawan perempuan. Salah satunya adalah Cut Nyak Dien, dia adalah seorang panglima perang. Namun dibuku manapun ku baca kisah hidupnya, bahkan ketika ku tanya pada paman google dan bibi wikipedia, gambarnya selalu terlihat tanpa hijab, padahal ia selalu memakai hijab dan guru ku pernah berkata, “kamu bisa melihat fotonya menggunakan hijab disebuah museum di Belanda, bahkan ketika ditangkap oleh Belanda pun ia tetap memakai hijab.” Begitu pun Laksamana Malahati (Panglima laut kerajaan Aceh), dialah laksamana perempuan pertama di Dunia, walau namanya jarang disebut, dan sejarahnya jarang diungkit, gambarnya juga sering terlihat tanpa hijab, walaupun sebenarnya ia juga berhijab.

Dan aku juga baru tahu, kalau ternyata, 38 gram emas yang dipajang di puncak tugu Monas (Monument Nasional), 28 kg di antaranya adalah sumbangan dari Teuku Markam, salah seorang saudagar Aceh yang pernah menjadi orang terkaya di Indonesia. Dan ia pun ikut membebaskan lahan Senayan untuk dijadikan pusat olah raga terbesar di Indonesia. Namun pergantian kepemimpinan di Indonesia waktu itu, menorehkan cerita pahit didalam hidiupnya, Ia ditahan selama delapan tahun dengan tuduhan terlibat PKI (Partai Komunis Indonesia). Harta kekayaannya diambil alih begitu saja. Pernah mencoba bangkit setelah keluar dari penjara, tapi tidak sempat bertahan lama. Tahun 1985 ia meninggal dunia. Aktivitas bisnisnya ditekan habis-habisan. Ahli warisnya hidup terlunta-lunta sampai ada yang menderita depresi mental. Kepemimpinan di Indonesia pun telah berganti beberapa periode, namun nama baik Teuku Markam tidak pernah direhabilitir. Anak-anaknya mencoba bertahan hidup dengan segala daya upaya. Dan kini, ahli waris Teuku Markam tengah berjuang mengembalikan hak-hak orang tuanya. Kebenaran sejarah ini tidak pernah ku dengar selama aku menempuh pendidikan di bangku sekolah. Itulah potret sebuah sejarah, yang membuat aku mencintai sejarah, dan ingin mencari kebenaran sejarah tentang negeriku, agar anak-anak ku kelak tidak buta akan sejarah bangsanya.

Ali bin Abi thalib pernah berkata, “Man arofa nafsahu, faqood arora Rabbahu” (barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya). Maka aku ingin berkata, “barang siapa mengenal sejarah negerinya, maka Ia akan mengenal Deen-nya.” Belajar tentang sejarah sebuah negeri akan membawa kita menelusuri jejak-jejak para Nabi, dan belajar kisah para nabi akan menambah khasanah pengetahuan kita tentang agama kita sendiri. Sungguh! Islam yang menjadi Deen kita hari ini, muslim yang menjadi status kita hari ini, bukanlah sebuah nama atau gelar yang kita peroleh dan dapatkan begitu saja. Karena para nabi dan para sahabat telah meneteskan darah, mengorbankan harta, bahkan nyawa mereka untuk itu! Dan apa yang sudah kita lakukan sebagai tanda terima kasih atas nikmat besar ini?

Aku sampai ke stasiun kereta api, lalu berlari menuju tempat pembelian karcis. Aku khawatir ketinggalan kereta. Alhamdulillah kereta masih ada, dan akan sampai dalam waktu 5 menit. aku kembali berlari menuju tempat penantian kereta, dan kereta pun datang. Aku duduk sambil menghela nafas panjang, dan ku tatap wajah-wajah orang di dalam kereta api tersebut, ada yang tua, ada juga yang muda. Ada yang kaya, ada juga yang miskin. Ada yang berwajah sedh, dan ada juga yang berwajah ceria/gembira. Ada yang sendirian seperti diriku, ada juga yang bersama pasangannya. Melihat wajah-wajah itu, aku kembali teringat materi dari Sh. Riad Ouarzazi tentang “Heart Strings” (The Degree of Longing/ash-shawq).

Setiap kita pasti memiliki kerinduan, setiap kita pasti memiliki keinginan. Yang sedih pasti ingin bahagia. Yang bahagia ingin kebahagiaannya abadi. Yang kaya ingin kekayaannya bertambah. Yang miskin ingin menjadi kaya. Yang tua senang melihat yang muda hidup tanpa beban. Yang muda ingin seperti orang tua punya banyak kebebasan. Yang sendiri ingin segera menikah. Yang sudah menikah ingin segera punya anak. Keinginan demi keinginan hadir dalam jiwa kita dan terus berbisik setiap waktu. Begitu banyak keinginan yang terus datang, dan datang tanpa pernah kita merasa puas dengan apa yang ada. Dan begitulah fitrah kita sebagai manusia. Kadang apa yang kita harapkan datang pada waktu yang kita inginkan, dan kadang apa yang kita minta belum terpenuhi hingga sekarang. Dan kita juga sering emosi dan marah dalam menghadapi tantangan kehidupan yang datang silih berganti.

Allah berfiman dalam surah Al-Ankaboot ayah 5, “Whoever is looking forward to the meeting with Allah, then Allah Term is surely coming and He is the All-Hearer, the All-Knower.” Bukankah ayah tersebut begitu jelas memberi petunjuk pada kita, bahwa Allah selalu mendengar apa yang kita pinta, selalu mendengar setiap jeritan kita, dan selalu mendengar setiap harapan kita. dan ia Maha tahu apa yang terbaik untuk kita. bisa jadi ia mengabulkan apa yang kita inginkan segera, bisa jadi ia tunda pada waktu yang tepat, atau pun bisa jadi ia ganti denagn Sesuatu yang lebih baik. Tugas kita hanya terus berupaya, bersabar, dan berdoa.
"... it may be that you dislike a thing which is good for you and that you like a thing which is bad for you. Allah knows but you do not know." {Surah Al-Baqarah, 2:216}
Lihatlah bagaimana Allah mengajarkan Nabi Ibrahim as untuk mengenalNya. Ibrahim as sangat ingin mencari Tuhannya. Dia ingin tahu siapa yang menjadikan dirinya, siapa yang menciptakan alam semesta, dan kisah ini tertuang jelas di dalam Al-Quran dalam surah An-Aam, ayah 76-79. Inilah kisah tentang sebuah perjalanan kerinduan akan sang pencipta. Sebuah fitrah yang ada dalam jiwa setiap manusia, bahkan fir’un saja yang menganggap dirinya tuhan, di akhir hidupnya juga menyebut kata “oh tuhanku”. Dan siapapun yang mengatakan dirinya atheis, di lubuk hatinya yang terdalam pasti ada sebuah bisikan yang mengatakan Tuhan itu ada, dan dialah pencipta manusia dan alam beserta isinya. Dialah Allah. The One who created all of us from nothing!

“Longing for Allah is one of the the signs of loves. Longing is the journey of the heart to its beloved! Ash-shawq, if exceeded, can lead to anger and thirst.” {Ibn al-Qayyim}


The world is like a book and those who don’t travel only read the first page.

Gambar dari www.pinterest.com


Comments

Popular posts from this blog

TAKE TIME TO LEARN

ALLAH IS THE BEST PLANNER (Part 3)

MUSLIMAH PRODUKTIF ITU, KITA