PERJALANAN MIMPI-MIMPI

Kali ini saya ingin menulis tentang mimpi, agar diri ini senantiasa ingat bahwa mimpi adalah salah satu amunisi untuk terus bergerak. Dream. Lima huruf ini merupakan kata sederhana, namun kata tersebut memiliki effek yang luar biasa dasyatnya bagi setiap anak manusia. Saya baru mengenalnya ketika duduk di kelas enam MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri). MIN setingkat dengan SD, bedanya, sekolah MIN pelajaran agamanya lebih banyak dan ada pelajaran Bahasa Arabnya juga. Waktu itulah saya mengenal kata itu “mimpi” ketika seorang guru bercerita tentang negara-negara di Luar Negeri saat pelajaran IPS, negara-negara maju dengan kehidupan yang makmur. “Bermimpilah kalian kesana” ucap sang guru. “Pergi, lihat dan belajarlah di negeri orang, kemudian jadikan negeri kita semakmur mereka bahkan lebih dari mereka, sebab kita punya segalanya kecuali sumber daya manusia yang berdaya.” Saat itulah saya tatap langit dengan mata berkaca dari dalam kelas, hati saya bertanya-tanya negara-negara itu dimana Ya Rabb, mampukah saya kesana? Sekolah kami hanyalah sekolah sederhana, sebuah sekolah di desa yang bukan desa terpencil dan bukan pula desa maju. Tidak banyak alat peraga yang bisa dijadikan acuan waktu itu, bahkan peta dunia pun nyaris pudar tak terlihat, Yeah…hanya sebatas itu perkenalan saya dengan mimpi.



Waktu pun berlalu, Alhamdulillah saya dan teman-teman lulus dari MIN. Kami melanjutkan perjalanan hidup masing-masing. Ada yang berhenti sekolah karena keterbatasan biaya dan memilih bekerja, ada juga yang memilih sekolah kejuruan seperti PSIK, STMK, ada yang tetap melanjutkan sekolah di desa, dan ada yang memilih melanjutkan sekolah di kota. Saya dan beberapa teman memilih melanjutkan sekolah tingkat pertama di kota. Kami hanya ingin merasakan bedanya sekolah di desa dan di kota itu seperti apa. Hanya itu.

Di MTsN (Madrasah Tsnawiyah Negeri) saya bertemu banyak wajah baru, tentu saja dengan beragam karakter pula. Saya bisa menghirup udara baru, dan bisa merasakan atmosfir yang berbeda. Disini juga saya berkenalan dengan “pramuka”. Sebelumnya saya cukup takjub ketika menonton tv melihat orang berbaris rapi lalu bejalan dalam posisi yang rapi pula, hebat sekali mereka pikir saya, dan pramuka membuat hal yang dulu pernah saya lihat di tv menjadi nyata walau saya tidak pernah menjadi anggota paskibraka. Disini pula saya mengenal pustaka, melihat banyak buku dan mulai sering membaca. Disinilah saya mulai membuat goresan pena, walau hanya tersimpan rapi dalam buku harian. Disinilah saya mulai memasuki dunia saya sendiri. Dunia tempat saya berbagi apapun, sedih atau bahagia. Tidak ada teman yang istimewa selain pena dan diary. 



Masa pun berganti, perjalanan membawa saya ke sekolah tingkat lanjutan, MAN (Madrasah Aliyah Negeri), warna baru kembali menyelimuti hari-hari saya, mulai teman yang bertambah banyak, aktif dalam kegiatan rohis, dan menulis bukan hanya untuk pribadi, namun juga untuk mereka yang membutuhkan. Teman-teman sering meminta saya membuatkan puisi dan surat cinta untuk mereka. Mengingat hal ini kadang membuat saya tertawa sendiri. Koq bisa ya saya seperti itu dulu. Saya teringat seorang teman pernah berkata ke saya waktu itu, “kamu itu lucu, kamu bilang pacaran itu tidak ada dalam Islam, namun ketika teman-teman minta dibuatkan puisi kamu penuhi juga, konsisten donk!”. Sebuah pernyataan yang membuat saya tersentak dan berfikir panjang. Kata dan tindakan seharusnya memang tidak berlawanan, bukan? Disinilah saya mulai gemar membaca buku-buku islam, baik management maupun psikology, senang rasanya bisa memanage dan memahami orang lain dan menjadi problem solver bagi mereka tanpa melanggar aturan yang ada. Saat itulah sebuah mimpi baru hadir, saya ingin melanjutkan study ke pulau Jawa. Saya ingin mengambil Jurusan Psikology di Universitas Indonesia (UI). Waktu itu saya juga mendapat undangan untuk kuliah ke Jogja, hanya sepuluh orang saja yang mendapat undangan tersebut. Tentu saja saya sangat senang, setidaknya jika saya tidak lulus di UI saya bisa kuliah ke Jogja. begitu pikir saya.

Saya pulang dengan senyuman indah di wajah, selama perjalanan pulang rasa tidak sabar menyelimuti diri saya untuk segera mengutarakan niat saya tersebut kepada kedua orang tua saya. Namun reaksi yang saya dapatkan jauh dari banyangan saya sebelumnya, cukup berat bagi ibu saya untuk melepas saya pergi melanjutkan study ke pulau Jawa, karena saya perempuan katanya apalagi saya anak perempuan satu-satunya dalam keluarga. Mendung mulai meyelimuti hari-hari saya waktu itu, semangat yang tinggi mulai redup, mimpi yang baru hadir sirna dalam sekejab. Ibu saya akan mengizinkan saya kuliah ke pulau Jawa kalau ada temannya, dan beliau sudah bertanya ke teman-temannya yang lain, apa ada anak mereka yang ingin kuliah kesana juga, namun tidak ada satu orang pun, sehingga mimpi itu benar-benar harus saya bunuh.

Saat itu saya berfikir, apa kita tidak bisa memiliki impian kita sendiri? Kenapa kita harus menyandarkan mimpi kita ke orang lain? kalau orang lain tidak memiliki mimpi yang sama seperti kita, lantas apa kita tidak pantas meraihnya? Saya kesal. Kekesalan itulah yang membuat saya mengajukan syarat kepada orang tua untuk bebas memilih jurusan apa ketika hendak mendaftar test di Universitas Syiah Kuala. Waktu itu jurusan Psikology belum ada. Saya teringat pesan seorang teman, “Kamu tidak usah mendaftar di IAIN, jurusan IPA koq masuk IAIN". “Bilang aja kamu takut tambah saingan”, canda saya. Si teman malah berucap, “Kalau kamu masuk IAIN saya malah senang kita bisa bareng lagi, namun dalam kontek ilmu tempat kamu bukan di IAIN, kamu tidak usah buang-buang waktu dan uang dengan mendaftar di dua tempat”. (Hal ini dikarenakan banyak teman-teman saya yang mendaftar di IAIN sebagai cadangan bila tidak lulus di Unsyiah). Si teman juga bilang, “kamu ambil jurusan exact karena kamu anak exact biar ilmunya tidak rugi, akhirnya pilihan saya jatuh pada Fakultas Teknik. Si teman berucap lagi, “kamu itu katanya mau berubah menjadi lebih baik, Fakultas Teknik itu banyakan cowoknya, kapan berubahnya kalau masuk kesana, yang ada kamu makin tomboy. Pilih yang lain!” Punya teman cowok cerewetnya cem cewek ya gini hehehe…akhirnya pilihan saya jatuh ke Fakultas Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, tekniknya tidak boleh hilang :D




Saya punya alasan kenapa pilihan pertama saya jatuh ke Fakultas Pertanian, bukan Fakultas Kedokteran seperti kebanyakan pilihan teman-teman saya waktu itu. Selain karena saya alergi sama yang namanya bau obat, saya punya sebuah mimpi baru. Mimpi ini datang ketika saya mengunjungi paman saya di Gayo Luwes saat liburan, melihat luasnya perkebunan nan hijau, terbersit dalam hati saya sekiranya ada sebuah industri pertanian di Aceh, insyaAllah harga panen akan lebih baik, para pengangguran itu akan punya pekerjaan, dan kehidupan para petani menjadi lebih sejahtera. Saya kembali teringat ketika saya dan teman-teman study tour ke Takengon waktu perpisahaan SLTP dulu, saya lihat perkebunan yang luas dan hasil panen begitu melimpah, namun harganya terlalu murah sehingga para petani tidak balik modal, saya juga melihat begitu banyak buah-buahan yang tidak habis dikonsumsi dalam keadaan segar dibiarkan begitu saja hingga membusuk. Begitu pun ketika saya study tour ke PT. Arun saat perpisahaan STLA, saya melihat bagaimana sebuah industry bisa memberi effek yang baik untuk kemajuan sebuah daerah dan juga kesejahteraan penduduknya jika mereka dilatih untuk itu. Mimpi saya, suatu hari bisa membangun sebuah industri pertanian di Aceh, yang dengannya bisa membantu petani mendapat harga panen yang lebih baik, bisa menyediakan lapangan kerja bagi warga desa, sekaligus menunjukkan pada dunia, Aceh daerah yang mandiri, dan mampu mengolah hasil panennya sendiri, serta juga mampu mengekspornya keluar negeri. InsyaAllah! Atas dasar itulah pilihan saya jatuh pada Fakultas Pertanian, jurusan Teknik Pertanian.

Perjalanan mimpi itu tidak semulus perkiraan saya, jurusan yang saya ambil ternyata jurusan yang masih baru, sehingga kelengkapan laboratorium masih sangat minim. Dari kakak angkatan, saya baru tahu kalau jurusan saya adalah jurusan yang diperebutkan oleh dua fakultas: Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknik. Karena ada kata tekniknya maka Fakultas Teknik meng-claim seharusnya jurusan Teknik Pertanian masuk dalam Fakultas Teknik, begitu juga sebaliknya karena ada kata pertanian, maka Fakultas Pertanian meng-claim bahwa jurusan Teknik Pertanian barada dibawah naungan Fakultas Pertanian, sehingga akhirnya Jurusan Teknik Pertanian berada dibawah Fakultas Pertanian, namun praktikumnya di Teknik waktu itu. Yup, jurusan kami jadi rebutan, menyenangkan diperebutkan, namun sungguh hal tersebut membuat kami sangat tidak nyaman dalam aplikasi di lapangan. Dari segala ketidaknyaman dan keterbatasan itulah kami anak-anak Teknik Pertanian tumbuh.

Selama kuliah saya bertemu dengan mimpi-mimpi baru lagi. Mimpi ingin menjadi muslimah yang baik, mimpi ingin menjadi leader yang bertanggungjawab, mimpi ingin menjadi partner yang bisa diandalkan, mimpi ingin menjadi lecturer yang ok, mimpi ingin menjadi entrepeuner success, mimpi ingin selesai kuliah tepat waktu, mimpi ingin mendapat pekerjaan yang layak dengan salary yang layak pula, mimpi ingin keliling pulau jawa dan keliling Indonesia. Sungguh banyak mimpi-mimpi yang bertebaran seiring padatnya aktivitas saya waktu itu. Namun mimpi-mimpi itu hanya tersimpan di memory otak saja, kadang teringat dan kadang terlupakan.

Perjalanan menyelesaikan study ternyata lebih sulit dari test masuk perguruan tinggi. Saya teringat kata seorang mentor waktu Bimbel di Bimafika dulu, beliau berkata, “diterima di sebuah universitas itu susah, namun lebih susah lagi lulusnya.” Ahaa saya mengerti makna kata-kata tersebut akhirnya. Judul penelitian dua kali saya ajukan, namun keduanya ditolak, waktu ketiga kalinya baru diterima. Selesai satu tantangan, datang tantangan baru, alat yang saya gunakan untuk penelitian tidak datang-datang, ketka tiba di Laboratarium tidak ada seorang pun yang bisa mengoperasikannya, hanya dosen pembimbing saya yang mengerti caranya, namun beliau meninggal saat tsunami menerjang Aceh 9 tahun yang lalu, sehingga saya membutuhkan waktu yang lumayan panjang untuk mempelajari alat tersebut, ditambah lagi bahan penellitian saya merupakan kamoditi yang sulit dicari keseragamannya, karena ukuran dan warnanya harus seragam. Yeah segudang tantangan menghadang mencegah saya untuk selesai sesuai dengan target, dan benar target itu meleset. Ketika teman-teman dekat saya rata-rata telah menyelesaikan study mereka, saya masih bergelut dengan yang namanya skripsi. Saat itulah saya teringat kembali mimpi masa kecil saya, mimpi ingin ke luar negeri dan belajar banyak hal disana.

Mimpi itu kembali, berawal dari diskusi singkat saya dengan dosen wali saya saat penandatanganan KRS, beliau sering kali bercerita tentang Jepang, saat itu muncul keinginan saya untuk pergi ke Jepang. Ketika kemudian kakak sepupu saya mengirim begitu banyak gambar tentang Australia dan betapa indahnya negeri kangguru itu, mimpi saya berganti ingin ke Australia. Ketika dosen pembimbing saya melanjutkan master dan doktornya ke Jerman, saya pun berniat kesana. Ketika saya kenal dengan seorang teman dari Kanada, mimpi itu pun berubah ingin kesana, saya kenal dengan seorang teman dari UK, kembali mimpi saya berubah hendak kesana. Ketika saya mengikuti sebuah presentasi beasiswa luar negeri dari salah satu negara Scandinavia, mimpi saya pun tertuju kesana. Perjalanan mimpi ini sungguh aneh dan misteri, saya seperti diajak bermain-main antar mimpi dalam tiap jenjang waktu, menyusun puzzle hidup yang penuh liku. Semoga suatu hari saya bisa mengunjungi semua negara yang ada dalam mimpi saya itu. Aamiin... 

Ada satu masa dalam hidup seseorang dimana ia berada pada titik keterpurukan, disaat itulah saya merasa mimpi saya hanya tinggal sebuah impian, namun justru saat itu pula perjalanan mimpi saya ke pulau Jawa terbuka, peluang itu muncul pasca saya mengalami goncangan berat dalam hidup. Itulah buah dari sebuah ujian, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Insyirah ayat 5 dan ayat 6 "dibalik kesulitan ada kemudahan"

Singkat cerita, akhirnya saya menginjakkan kaki di Universitas Indonesia, sebuah universitas yang dulu sangat ingin saya masuki. Saya hentakkan kaki saya berkali-kali ke tanah sambil berkata, "disinilah dulu tempat saya ingin melanjutkan study", terus saja kaki saya hentakkan kaki sambil memandangi indahnya danau. Perlahan saya merasa ada embun di mata saya, dan butiran embun itu mengalir seiring munculnya ingatan akan keinginan saya dulu. Saya baru berhenti menghentakkan kaki ketika beberapa orang yang lewat di jalan setapak dekat danau memandang ke arah saya. Lalu saya memilih untuk duduk dibawah sebuah pohon dengan mata terus menatap ke arah danau. "Ya Rabb...akhirnya Engkau bawa hamba kemari, namun bukan sebagai seorang mahasiswi Physiology, melainkan sebagai mahasiswi program bahasa. Ya Rabb...hanya Engkaulah yang Maha Tahu apa yang terbaik untukku, aku ikhlas dengan semua skenarioMu." bisik hati saya. Dari UI Allah langkahkan kaki saya ke Bandung, kemudian ke Kediri, Surabaya dan Bali. Sebuah perjalanan panjang yang tak terbayangkan oleh saya sebelumnya. Begitulah Allah merealisasikan satu demi satu mimpi saya dengan caranya.




Semakin bertambahnya usia, mimpi saya pun bertambah, saya heran kapan semua mimpi itu akan terwujud, jika yang sudah ada saja belum terealisasi semuanya. Entahlah…dulu berani bermimpi saja jarang terlintas dalam benak saya apalagi menulisnya, namun sekarang mimpi-mimpi itu terus datang dan datang. Saya baru berani merenda mimpi tersebut ketika telah menyelesaikan study. Awalnya mimpi itu hanyalah mimpi. Sebuah bayangan yang terlintas diawang-awang, lalu menghilang. Di lain waktu terlintas lagi dan pergi lagi. Saya hanya berharap dalam diam bahwa suatu hari semuanya akan jadi kenyataan. 

Saya tidak berani membaginya kepada orang lain, hanya saya tuangkan dalam bait-bait puisi saja, hingga suatu ketika saya berani menuliskan mimpi-mimpi tersebut dan menempelnya di dinding kamar. Tanpa saya sadari beberapa diantaranya ternyata telah terealisasi. Alhamdulillah...Sungguh ajaib bagaimana mimpi-mimpi itu menjadi nyata, dengan cara yang tidak saya duga dan hadir disaat saya rasa semua sudah tidak mungkin. Membuat saya menyadari satu kunci hidup, bahwa kita harus percaya atas apa yang hati kita katakan, dan meyakinkan diri bahwa hanya butuh sedikit kesabaran dan keyakinan yang kuat, serta ihktiar yang tak pernah kenal lelah untuk mewujudkannya. Selamat meraih mimpi kawan, jangan biarkan ia mati karena persepsi mu yang sempit, pada waktu yang tepat ia akan membuatmu terpana. :) 
Allah punya caranya tersendiri dalam mewujudkan mimpi kita menjadi nyata selama kita berprasangka baik kepadaNya. 

Salah satu mimpi saya yang terwujud bulan ini adalah mempunyai sebuah blog dalam bahasa Inggris, ini blognya: http://nurazminawahdiyani.wordpress.com sesuatu yang sudah cukup lama saya impikan. Alhamdulillah terwujud, blog ini saya buat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa saya sekaligus untuk mengenalkan nilai-nilai Islam kepada dunia. Siapa tahu melaluinya saya mendapat pahala yang lebih baik dari dunia dan seisinya. Aamiin...Ada mimpi yang terwujud, namun ada juga yang tertunda. Saya menulis kisah ini justru disaat saya menerima berita kegagalan. Yup, saya tidak lulus seleksi beasiswa bulan ini. Namun bagi saya kegagalan ini adalah kesuksesan yang tertunda. InsyaAllah berita gembira akan datang kemudian. Allah tidak pernah ingkar janji, dibalik kesulitan selalu ada kemudahan. Allah tidak pernah membiarkan tangan hambaNya kosong, InsyaAllah jalan itu akan terbuka. Aamiin...Saat ini saya sedang berusaha mewujudkan mimpi masa kecil saya. Dan saya akan berikhtiar semampu yang saya bisa, saya yakin jika Allah sudah mengilhamkan sebuah impian, maka Ia pun akan menunjukkan jalan bagaimana mewujudkannya menjadi kenyataan. Dan pada akhirnya saya akan tahu kemana Ia akan membawa saya. Doakan saya ya...Thanks.



Comments

Popular posts from this blog

TAKE TIME TO LEARN

ALLAH IS THE BEST PLANNER (Part 3)

MUSLIMAH PRODUKTIF ITU, KITA