PAHLAWAN KELUARGA PAHLAWAN BANGSA

Izinkan aku kembali bercerita kawan, masih dalam lingkup kawasan yang sama, daerah pesisir.


Namanya pak Hanibal, beliau sudah melaut hampir 40 tahun. Padanya aku bertanya tentang kehidupan lautan, bagaimana ia dan kawan-kawannya berhari-hari di tengah samudera untuk mencari nafkah bagi keluarga. Ia tak segan berbagi cerita, walaupun itu pertemuan pertama kami.

Para nelayan menggunakan perahu kecil untuk melaut. Satu perahu (boat) biasanya terdiri dari 3 orang. Sebelum berangkat mereka sudah menyiapkan bahan-bahan untuk berlayar; lampu, kompor untuk memasak, tempat penampung ikan, alat pancing, bahan bakar, dan lain-lain.

Kompor untuk memasak di laut

Dari ceritanya, aku bisa membayangkan betapa berani mereka menginap dihamparan air, gelap, hantaman deru ombak, angin dan hujan serta badai. Sebuah profesi yang penuh resiko dan nyali. Aku saja naik kapal yang punya durasi waktu sekian jam untuk berlabuh di pelabuhan was-was melihat lautan luas di malam hari. Saat itu aku dan teman-teman naik kapal pukul 1 malam dari perbatasan Jawa Timur menuju Bali. Lautan terlihat gelap pekat dan suara ombak membuatku nyaris tidak tidur sepanjang perjalanan. Bagaimana mereka yang bermalam berhari-hari?

Para nelayan ini membutuhkan dana sekitar Rp. 2 juta rupiah untuk sekali berlayar. Jika angin baik dan ikan yang didapat banyak, maka saat pulang mereka bisa mendapatkan uang sekitar Rp. 5 juta rupiah. Rp. 2 jutanya dipotong untuk operasional, sehingga masing-masing mereka bisa memperoleh penghasilan Rp. 1 juta rupiah.

Namun terkadang, cuaca membuat mereka tidak mendapatkan apa-apa. Ikan yang sedikit malah tidak bisa menutupi biaya operasional. Dana yang habis saat hendak berlayar tidak terbayar, dan harga solar yang meninggi membuat mereka tidak bisa berlayar di hari berikutnya. Beginilah keseharian para nelayan. Naiknya harga solar membuat kapal mereka sering berlabuh di pelabuhan dari pada di lautan.


Ini Pak Junaidi dan keluarga kecilnya. Ia melaut baru 20 tahun. Hampir mirip dengan pak Hanibal. Beliau juga ikut orang untuk bisa melaut karena tidak punya kapal sendiri. Untuk menambah pemasukan keluarga ia berternak ayam dan membuka lahan pertanian di lereng hutan. Yang membuat diriku cukup respect kepada mereka adalah semangatnya untuk berusaha dan kegigihan mereka untuk bisa menafkahi keluarga.

Pahlawan itu memang bisa siapa saja, namun dibanyak tempat tetap laki-laki (ayah) yang mengambil peran utama, walaupun ada juga para ibu yang ikut serta. Mereka adalah pahlawan keluarga. Karena mereka roda kehidupan sebuah keluarga berputar, terciptanya generasi yang pintar dan lahirnya penerus bangsa yang kuat.

Jika pahlawan keluarga ini tidak berkerja, cukup banyak generasi bangsa yang hidupnya terlunta-lunta, diemperan jalan bahkan dibawah jembatan.

Sungguh! Pahlawan keluarga adalah pahlawan bangsa. Disanalah setiap generasi terbina dan terpenuhi kebutuhannya, sehingga bangsa ini bisa menatap masa depan yang lebih baik. Ada generasi yang akan mengharumkan namanya di dalam negeri maupun di luar negeri. Kerena itu, mereka para pahlawan keluarga ini perlu dibina, perlu diperhatikan kelayakan penghasilannya, agar terpenuhi kesejahteraan hidupnya.

Mereka bukan pengemis, mereka siap melakujan apa saja untuk keluarganya. Berilah mereka tempat yang layak untuk berupaya, skill yang memadai untuk berkompetisi dan dukungan yang cukup untuk terus berkarya, bukan hanya untuk keluarganya, namun juga untuk bangsanya.

Hargailah mereka, apapun profesinya. Bantulah mereka untuk keluar dari lingkup kemiskinan. Siapa lagi yang mereka harapkan selain kita, anak-anak bangsa.


Comments

Popular posts from this blog

TAKE TIME TO LEARN

ALLAH IS THE BEST PLANNER (Part 3)

MUSLIMAH PRODUKTIF ITU, KITA