BUKAN PEREMPUAN BIASA

Ia anak ke lima dari tujuh bersaudara. Besok, 16 April 2014, ultahnya yang ke 57 tahun, namun begitu ia masih terlihat cantik dan energik. Masih jelas dalam ingatanku, kala ia bercerita tentang masa kecilnya dulu. Sewaktu SD ia sering ke sekolah tanpa dibekali uang jajan oleh orang tuanya. Ketika waktu istirahat tiba, ia hanya bisa duduk di kelas membaca buku, dan melihat anak-anak yang lain berlarian ke kantin untuk jajan. Sering juga, ia diminta tolong oleh teman-temannya untuk membeli jajanan mereka. Jika teman itu baik, terkadang ia juga diberi makanan tersebut, namun jika tidak, ia hanya sekedar membelikan saja. Pulang sekolah bagi mereka anak-anak dari keluarga sederhana sepertinya, sering menghabiskan waktu memetik buah asam jawa sepanjang perjalanan pulang untuk dibuat manisan. Ia bercerita dengan raut wajah ceria mengenang masa kecilnya, walau ada haru dalam diriku mendengar cerita itu. Sungguh! Berbeda dengan masa kecilku ketika sekolah di Madrasah Ibtidayah dulu. Aku biasa ke sekolah dengan sepeda dan selalu punya uang saku tiap harinya.


Ketika SMP, hal yang sama pun ia alami. Bahkan Lebih dari itu. Pulang dari sekolah ia harus membantu bekerja di sawah. Sering ibunya berkata, “nanti pulang langsung ke sawah ya, bekal makan siang dan baju ganti sudah dibawa kesana, kalau pulang ke rumah tidak ada makan siang.” Yach, tak ada pilihan, selain ke sawah walau pun kelelahan. Ayahnya meninggal dunia ketika ia SMP, sehingga mau tidak mau, membantu berkerja di sawah sebuah keharusan. Malamnya selepas shalat isya masih harus membantu menumbuk beras menjadi tepung hingga tengah malam. Sedangkan esok harinya ia harus bangun pagi-pagi agar tidak terlambat ke sekolah. Bukan apa-apa, kendaraannya ke sekolah hanya kedua kakinya, jika terlambat bangun, terlambat pula ia sampainya. Hampir setiap hari, hari-hari yang ia jalani seperti itu. Sungguh terbayang kelelahan dipelupuk mataku. Seiring suaranya yang mulai agak serak merangkai kata sewaktu bercerita. Tanpa bisa ku tahan, butiran air mataku jatuh berlinang juga. Ya Allah, ketika aku seusia dirinya, aku bisa ke sekolah dengan labi-labi (salah satu kendaraan umum di kota Banda aceh), aku juga punya uang jajan yang cukup, kadang juga dikasih lebih jika tidak pulang karena ada les di sekolah. Pulang dari sekolah sore harinya paling aku hanya membantu cuci piring, malamnya aku bisa belajar dengan tenang atau nonton siaran TV yang ku sukai. Sungguh kontradiktif ya Rahman…

Ketika selesai SMP. Sang ibu berkata kepadanya, “ibu tak punya uang untuk menyekolahkan kamu lagi.” Matanya berkaca “aku masih ingin sekolah ibu”, ucapnya. “aku masih ingin melanjutkan pendidikan, aku tak ingin berhenti sampai disini”, sambungnya. Sang ibu hanya bisa menatapnya lembut dan berkata “kalau ibu ada uang tentu kamu boleh sekolah, nak.” Aku mulai merasakan ia menangis sambil bercerita, begitu pun diriku, seperti hujan air mata mengalir di pipi ini.

Beberapa hari berselang setelah dialog ibu dan anak itu, adik ibunya datang dari kota. Sang paman bertanya padanya, “masih ingin sekolah?”. “iya”, jawabnya dengan semangat 45. “kalo begitu, bungkus baju”, kata sang pamam. Tanpa menunggu sang paman menyelesaikan kalimatnya, ia sudah berlari berkemas. Hari itu, ia tinggalkan kampung halaman ikut pamannya ke kota. Hidup di rumah orang, walaupun paman sendiri tentu saja tidak sama, tidak mungkin hanya sekedar tinggal. Tanpa diminta ia membantu pekerjaan-pekerjaan rumah, mulai dari mengisi bak mandi sampai air penuh di pagi buta sebelum shubuh. Ketika semua orang masih terlelap dalam tidurnya, ia keluar rumah menimba air lalu mengangkatnya dengan timba dan memasukkanya dalam bak, menyapu rumah dan halaman, mencuci baju semua penghuni rumah. Kadang juga membantu membuat kue dan es lilin untuk dijual. Pernah suatu ketika sang paman bertugas keluar kota, karena tugas ketentaraan selama 6 bulan, ia tak berani meminta uang saku pada bibi, sampai-sampai karena tabungannya kritis, ia pulang ke kampung menjumpai ibu mengatakan kendalanya tersebut. Alhamdulillah masih ada stock padi untuk dijual sehingga bisa melunasi uang sekolah. Sepulangnya paman dari tugas, sang paman bertanya kepada istrinya, “apa ada memberi uang saku untuknya?” Sang bibi menjawab “tidak”. Lalu sang pamam mendatanginya dan memberikan jatah uang bulananya selama sang paman pergi.

Air mataku tak berhenti mendengar kisahnya. Ketika diriku menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah (setingkat SMU), bisa dipastikan hari-hariku hanya sibuk dengan belajar. Tidak ada kerja sama sekali. Pergi pagi pulang sore karena ada les di sekolah. Sampai ke rumah sudah menjelang maghrib. Begitupun ketika kuliah, selain kuliah & praktikum aku sibuk dengan berbagai organisasi kemahasiswaan, pernah juga diriku kost selama 4 semester selama kuliah, sehingga pulang kerumah hanya di akhir pekan. Jauh sekali berbeda dengan kisahnya. Jauh sekali ya Allah...

Ia perempuan yang berbeda, diantara semuanya ia perempuan yang paling putih dan cantik dalam keluarga. Ia pun yang akhirnya berhasil mendapat pekerjaan dengan menjadi seorang guru di sebuah sekolah negeri dan memiliki penghasilan tiap bulannya. Ia satu-satunya perempuan yang hidupnya jauh lebih baik dari saudara-saudaranya yang lain. Ia tak lain adalah ibuku sendiri. Yach, perempuan luar biasa itu adalah ibuku. Aku mengatakannya luar biasa, karena sungguh ia tak pernah berhenti bergerak dan bekerja. Hingga hari ini pun, jika musim sawah datang, sepulang dari sekolah ia masih sanggup ke sawah. Kadang aku bertanya pada diriku sendiri dari mana energimu itu bu. Aku saja kadang pulang kantor or selepas berpergian seharian sudah terkapar dikamar. Ach, ibu. Aku bangga kepadamu bu. Karena perjuangan mu aku bisa menatap dunia. Karena belai kasihmu aku tumbuh dewasa, karena jerih payahmu telah kuraih sarjana. Karena didikanmu aku mengerti arti cinta. Ibu, maafkan ananda yang belum bisa meraih semua mimpimu. Namun akan tetap ananda coba penuhi segala harapanmu. Insya'Allah.

Maafkan ananda atas pertengkaran kecil yang pernah hadir diantara kita. Ananda tahu setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, termasuk dirimu yang selalu ingin diriku tampil sebagai muslimah trendy dan modis. Maafkan ananda bu atas perbedaan prinsip dan cara pandang yang kadang terjadi dalam ananda menentukan pilihan hidup. Namun terima kasih banyak atas segala supportmu bu, engkau adalah satu-satunya alasan untuk ku tidak pernah berhenti untuk berjuang. Engkau juga yang telah menularkan darah perjuangan dalam tubuhku. Semoga Allah memberiku cukup waktu untuk membalas segala jasamu. Walau pun ananda tahu, jika dunia ini bisa ananda beli dan ananda hadiahkan kepada mu. Tetap saja tidak akan pernah bisa membalas segala apa yang telah engkau berikan kepadaku.

Ibu...ananda senang sekali ketika ultah mu beberapa tahun yang lalu, dirimu begitu bahagia menerima sebuah hadiah kecil dariku berupa makanan kesukaanmu + sebuah puisi yang ananda tulis khusus untuk mu. Ananda masih ingat matamu berkaca saat membacanya. Begitupun ketika ananda kirimkan paket alat masak yang engkau impikan tak kala diriku jauh dirantau tahun lalu. Hari ini, ananda masih bingung ingin menghadiahkanmu apa bu, namun akhirnya ananda belikan salah satu makanan kesukaanmu dan sebuah review proposal hidupku. 

Ibu...ananda tahu, betapa ingin engkau melihat ku menggenapkan setengah dien, dan betapa sabarnya dirimu untuk tidak bertanya akan hal tersebut kepadaku, dan betapa dirimu memendam rindu ketika menghadiri pesta pernikahan anak dari teman-teman mu, karena kita sama-sama paham bahwa Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita. Dan ananda percaya rencanaNya sungguh indah bu, disaat yang tepat, orang yang tepat insyaAllah akan datang, dan ananda sangat berharap engkau adalah salah satu saksi hidup dihari bahagia itu bu. Aamiin...Ananda juga tahu betapa rindunya dirimu ingin mengunjungi Baitullah, semoga Allah senantiasa memberi kesehatan kepadamu, memanjangkan umurmu hingga tiba waktunya kita bersama-sama kesana bu. Aamiin...

Ananda juga tahu betapa ibu ingin ananda mengambil master segera, bersabarlah bu, tahun ini ananda akan berusaha lebih keras lagi agar bisa mendapat beasiswa master keluar negeri. Terima kasih atas segala doamu. Kita akan terus berupaya semampu yang kita bisa, biarlah Allah yang akan menyelesaikan bagian akhirnya. Maafkan ananda bu. masih banyak mimpi-mimpi ibu yang tertunda, semoga Allah memberi ananda kemampuan merealisasikannya segera. Aamiin...


I call her a great woman. Happy Birthday my Best Mother in the world
I love you so much! You are always the Best Woman for me, forever J

Comments

Popular posts from this blog

TAKE TIME TO LEARN

ALLAH IS THE BEST PLANNER (Part 3)

MUSLIMAH PRODUKTIF ITU, KITA